Subscribe:

Labels

Wednesday 29 January 2014

Mensyukuri Segala Kekurangan dan Kelemahan Diri

"Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?"
(55: 13)

Ah, menjadi orang yang sempurna tampaknya menyenangkan. Tapi sudah kodratnya manusia tercipta dengan segala kelebihan dan kelemahan. Tentu saja hal tersebut merupakan ‘kesengajaan Tuhan’ agar manusia dapat saling berinteraksi dan saling menolong satu sama lain. Manusia didesain memiliki kelemahan yang mau tak mau harus diterima.

Sayangnya, menerima kelemahan ataupun kekurangan membutuhkan kebesaran moral tersendiri. Banyak orang yang kurang puas dengan apa yang telah dimiliki. Wajah yang sebenarnya sudah bagus rupa, terpaksa dioperasi plastik hanya karena hidung kurang mancung. Kulit yang sudah sejak lahir putih mulus malah sengaja dijemur agar menjadi gelap. Duh, betapa manusia seringkali lalai mensyukuri apa yang telah Tuhan beri. Lebih memilih mengejar sesuatu yang sifatnya kebendaan duniawi hingga menyiksa diri dan batinnya.

Sudah punya motor bagus-bagus, jadi maksa diri beli mobil gara-gara gengsi dengan tetangga sebelah. Sudah punya android model terbaru, tak disyukuri, malah maksain beli tablet yang konon lebih canggih karena tergiur memiliki seperti yang teman-temannya. Owalah, dari mana bisa belajar bersyukur kalau setiap nikmat yang Tuhan beri tak berbalas dengan rasa terima kasih pada-Nya?

Padahal, bersyukur atas segala kelebihan dan kelemahan adalah kunci kedamaian hidup ini. Bukan berarti kita tidak termotivasi untuk mengejar materi dunia. Jelas bukan seperti itu maksudnya. hanya saja kita selaku manusia harus selalu ingat pada Yang Maha Memberi. Ingat bahwa kita memiliki sesuatu di dunia ini juga karena kehendak-Nya, karena ada campur tangan-Nya. dan sebagai hamba-hamba-Nya yang baik tentunya kita harus berterima kasih. Bukan seblaiknya, mengabaikan keberadaan-nya dan menganggap apa yang dimiliki sebagai hasil kerja keras kita sendiri selama ini.

Apa jadinya bila segala harta dan materi yang susah payah kita kumpulkan lenyap dari pelukan kita? Bayangkan bila tiba-tiba terjadi bencana alam, misal gempa bumi besar merusak rumah dan memporak-porandakan semua materi yang kita miliki. Apa yang tersisa bila semua itu raib begitu saja? Toh ketika kita mati materi, uang, pangkat, jabatan, semua tak akan menolong kita. Tak bisa menjadi penebus kesalahan kita di dunia yang tak pernah bersyukur pada-Nya.

Mulailah berintropeksi. Untuk siapa kita hidup di dunia ini. Untuk siapa kita mengabdi. Untuk siapa
kita bekerja sepanjang hari. Padahal kita selalu yakin bahwa hidup di dunia tidaklah kekal. Sangat singkat. Setidaknya kita harus mencoba untuk selalu ingat bahwa ada kehidupan yang lebih hakiki dan abadi setelah kita pulang menghadap-Nya. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?